- Penerimaan Yang Tulus
 
Terkadang  kita mengungkit permasalahan anak yang menjadikan anak itu merasa  minder dengan keadaan dirinya yang serba kekurangan. Janganlah kita  mengungkit masalah anak, karena tanpa diungkit pun anak itu sudah  merasakan bahwa dirinya sangatlah kurang di mata orang lain. Menerima  dengan tulus apapun keadaan anak akan mungkin menjadikan masalah  tersebut sebagai motivasi bagi si anak.
Sang pembicara (M. Fauzil Adhim) bercerita bahwa dulunya ia sangat merasakan kekurangan itu. Ia mempunyai bibir yang ndomble  (bhs. Jawa), berbadan bongsor, dll. Tapi semua itu akhirnya sirna  setelah mengingat penuturan dari ibu yang sangat disayanginya, "Zi, ibu  bangga padamu nak. Ibu bangga punya anak yang berbibir ndomble  sepertimu nak, itu artinya kamu akan menjadi orator ulung nak, kamu akan  mengerti dari orang-orang yang tidak mengerti, dan menjadikan orang  yang tidak mengerti itu menjadi mengerti. Kamu akan melompat dari  kampung ke kampung, dan dari kota ke kota bahkan bisa sampai dunia ini Zi.",
Dan  sekarang kita bisa menyaksikan bahkan membaca karya-karya best seller  dari M. Fauzil Adhim, bahkan menyaksikan sepak terjangnya di bidang  seminar, motivasi, dll.
- Dukungan / Kepedulian Yang Penuh (Sediakan Waktu / Libatkan Diri)
 
Seorang  anak tidaklah cukup mempunyai 1 ibu, tapi ia haruslah mempunyai 3 ibu,  apakah sang ayah harus poligami supaya sang anak mempunyai 3 ibu? Oh  tidak, tapi yang dimaksud dengan 3 ibu ini adalah ibu kandung, ibu susu,  dan ibu guru yang ketiganya dirangkap menjadi satu yaitu ibu kandung  yang mempunyai waktu untuk anaknya sejak ia masih bayi dan mempunyai  kemampuan untuk mendidik sang anak. Sering kita melihat seorang ibu  menjadi bangga karena ia telah menjadi ibu hanya karena ia yang telah  mengandungnya, tapi dalam perawatan ia menyerahkan pada pembantunya. Ini  adalah perspektif yang keliru, sebab dengan menyerahkannya kepada  pembantu ia akan menyerahkan permasalahan akhlaq, pendidikan, dsb.  Kepada pembantu itu yang belum tentu akhlaqnya baik, dan berpendidikan  tinggi. Ingat, anak akan mengikuti lingkungan yang berada di  sekelilingnya.
Begitu  juga dengan ibu yang sudah menempuh pendidikan tinggi (misalnya S2).  Tapi ia tarlalu banyak waktu untuk mengurusi ini dan itu, ia menyerahkan  anaknya pada pembantunya yang belum tentu lulus SD. Ini yang harus kita  sadari.
·        THE POWER OF STRUCTURE
- Harapan / Ekspektasi (Tanamkan Nilai, Visi, Orientasi dan Prinsip Hidup)
 
Harapan  yang diberikan allah kepada kita banyak sekali, hanya 20% yang diluar  kehendak kita, itulah yang dinamakan dengan takdir.
Yang  harus kita berikan pada seorang anak bukanlah sikap keras yang kita  perlihatkan pada mereka, tapi nilai, visi, orientasi dan prinsip hidup.  Dengan ini, anak akan mampu mengendalikan diri mereka masing-masing dan  mempunyai gambaran hidup seperti apakah mereka di masa yang akan datang.
Sang  pembicara bertutur bahwa ia dulu iri melihat anak-anak sebayanya dengan  leluasa main bola, dikarenakan ia menderita penyakit jantung yang oleh  dokter dilarang untuk melakukan pekerjaan yang melelahkan. Oleh ibunya  ia diberi harapan, "Zi, lihat tupai itu, dengan lincahnya melompat dari  dahan satu ke dahan yang lainnya. Kamu juga akan bisa seperti itu Zi,  tapi dengan ini (sambil menunjuk dahi dan dada), pikiranmu dan hatimu  Zi. Dan kamu kelak tidak Cuma bisa berjalan menggunakan kakimu saja Zi,  tapi dengan pilot yang siap mengantarmu kemanapun kamu menginginkannya  tanpa takut tersesat Zi.".
- Aturan Dan Batasan (Disiplin, Konsisten Dan Konsekuen)
 
Dalam  hal ini sangatlah penting aturan dan batasan itu ditegakkan, sebab  dengan begitu seorang anak akan terdidik untuk bersikap disiplin,  konsisten dan konsekuen terhadap apa-apa yang ia kerjakan. Ini  benar-benar perlu kita tegakkan, sebab kita tidak mungkin menjadi satpam  baginya di setiap waktu dan tempat anak itu berada. Dengan model  prinsip seperti ini, kita tidak hanya bisa menanamkan kedisiplinan anak  dalam masa kecilnya selama kita masih hidup, tapi si anak akan terbawa  kebiasaan itu hingga kelak ia sudah dewasa. Bahkan ia dapat mencapai  sukses di setiap pekerjaannya kelak tanpa harus di kontrol orang lain,  sebab ia sudah mempunyai aturan dan batasan bagi dirinya sendiri yang  telah kita tanamkan padanya.
·        THE POWER OF COMMUNICATION
- Komunikasi Bermanfaat (Empatik, Dialogis)
 
Ada  seorang ibu yang mengetahui anaknya main pasir di lantai yang baru  dibersihkannya, kemudian ibu mengatakan “jangan main pasir di lantai  nak!.”, secara seketika ibu merasa bangga karena perintahnya dituruti.  Tapi betapa terkejutnya seorang ibu ketika melihat anaknya bermain pasir  di atas kasur, terjadilah percakapan yang seru antara ibu dan anak: 
Ibu       : “Kamu itu!! Kok malah mainan pasir disini!!.”
Anak    : “Aku kan mainan di kasur…ibu tadi kan melarang di lantai…”
Ibu       : “Huh!! Kamu ini bagaimana!! Gak boleh di lantai malah di kasur…!!”
Anak    : (anak itu menjadi bingung, dia dimarahi karena mentaati perintah ibunya, yaitu tidak mainan pasir di lantai).
Artinya  seorang ibu harus bisa berdialog dengan baik dengan anak-anak mereka  supaya tidak terjadi kesalah pahaman yang lebih jauh. Dan banyak  contoh-contoh yang lain.
Dialog  yang baik seharusnya terdapat empatik didalamnya, banyak sebagian orang  menjadi korban tidak dihargai orang lain karena ia tidak empatik di  dalam berbicara atau berdialog. Contoh kecil, ketika ayah asyik menonton  TV tak jarang lebih mengutamakan TV-nya daripada keluhan anaknya  sekalipun seorang ayah mendengarkan percakapan anaknya tersebut, tetapi  mengapa ayah tidak menunjukkan kepeduliannya untuk menghadapkan wajahnya  ke arah anaknya tapi justru ke arah TV.
Kekuatan  komunikasi mempunyai pengaruh yang besar dan maha dahsyat jika kita  bisa menggunakannya secara baik dan sesuai pada tempatnya. 
- Pengendalian Diri (Perlakukan Anak Dengan Hormat, tapi Jangan Memanjakan)
 
Sebagai orang tua seharusnya bisa memperlakukan anaknya dengan baik, coba perhatikan cerita singkat dibawah ini.
Anggap  saja keluarganya bapak Hasyim, ia mempunyai seorang istri, 2 anak  laki-laki, dan 1 anak perempuan. Usia mereka yang paling tua masih di  bawah 11 th. Suatu ketika pak Hasyim sekeluarga mempunyai rencana untuk  pergi berlibur ke suatu tempat pariwisata, anggap saja kebun binatang  Ragunan. Tetapi sebelum keberangkatan mereka, pak Hasyim memberikan  aturan kepada anaknya, aturan itu berisi “Kita akan pergi ke Ragunan jam  12.30 siang. Setelah anak-anak semua habis mandi, sholat, dan makan.”.  Dan ketika saatnya tiba, salah satu anak pak Hasyim (anggap saja ia  bernama Gholib). Ternyata jangankan sholat, mandi saja belum. Pak Hasyim  kemudian menyakatakan kepada anaknya Gholib, “nak, tadi ayah sudah  bilang kita akan berangkat ke Ragunan pukul 12.30 siang. Selesai mandi,  sholat dan makan, dan ini sudah tiba saatnya, karena kamu tidak memenuhi  persyaratan, jadi keputusannya kamu tinggal di rumah saja. Ayah dan  adik-adikmu serta ibumu berangkat dulu. Baik-baik di rumah ya…”. Secara  hati, pak Hasyim ingin menangis rasanya tapi demi menjaga aturan dan  konsisten, dia harus kuat melakukannya.
Itu  adalah contoh komunikasi dan pengendalian diri yang baik, andai saja  pak Hasyim menunggu anaknya Gholib sampai selesai mandi, sholat dan  makan, atau mengurungkan niatnya pergi ke Ragunan, tentu saja membuat  kepala Gholib semakin besar dan mengorbankan 2 saudara yang lain.
Pak  Hasyim juga telah menghargai anak yang lainnya dan tidak memanjakan  Gholib walaupun sebenarnya pak Hasyim ingin mengajak Gholib, dan seorang  ibu atau kepala rumah tangga seharusnya memberikan kesempatan pada  anaknya untuk belajar dan hidup sedikit payah karena tak jarang anak  usia 6 th tapi belum bisa memakai sepatu atau bahkan ada kejadian unik,  anak usia 25 th belum bisa makan sendiri, pertanyaannya adalah anak kah  yang salah? Atau mungkin ibu yang terlalu memanjakannya? Anda bisa  menjawabnya sendiri.
- Inspirasi dan Motivasi
 
 Inspirasi  atau yang sering kita sebut dengan jalan keluar atau penyelesaian. Tak  jarang, banyak anak yang mengalami masalah baik di dalam keluarga  mereka, sekolah, atau lainnya. Kebanyakan orang tua tidak memberikan  jalan penyelesaian tapi lebih senang dengan mengoceh atau melampiaskan  amarahnya jika anak mereka berbuat salah atau salah tingkah karena  masalah. Tapi mengapa tidak menelusuri apa sebab-akibat anaknya  melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, sehingga ia bisa mengambil  kesimpulan dari masalah yang dialami oleh anaknya, dengan begitu paling  tidak bisa memberikan inspirasi atau jalan keluar kepada yang lebih  baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar